Manfaat Penggunaan Surfaktan dalam
Pewarnaan Makanan
Makanan merupakan suatu hal yang penting bagi kehidupan manusia. Kandungan
gizi, vitamin dan mineral yang terdapat dalam makanan menjadi unsur kehidupan
yang penting bagi manusia itu sendiri. Penampilan makanan,
termasuk warnanya, sangat berpengaruh untuk menggugah selera. Penambahan zat
pewarna pada makanan bertujuan agar makanan lebih menarik. Pewarnaan makanan
dengan tambahan zat pewarna memang dapat menyamarkan rasa. Akan sangat menggoda
pandangan calon pembeli karena warna-warnanya begitu mencolok (Setiawan, 2013).
Bahan
pewarna makanan memang menjadi pilihan penting untuk pembuatan makanan hingga
makanan semakin menarik disantap. Bahan pewarna makanan diperlukan jika
hidangan yang disajikan kurang menampilkan warna-warni bahan dasar pembuatannya.
Meskipun memiliki gizi cukup tinggi, makanan yang kurang menarik tetap tidak
akan menggugah selera. Selain itu, bahan pewarna makanan diperlukan untuk
memperbaiki penampilan makanan hingga tampak lebih menggugah selera.

Berikut ini beberapa alasan
utama menambahkan zat pewarna pada makanan (Syah et al, 2005) :
1.
Untuk memberi kesan menarik bagi konsumen.
2. Menyeragamkan warna makanan
dan membuat identitas produk pangan.
3. Untuk menstabilkan warna atau
untuk memperbaiki variasi alami warna. Dalam hal ini penambahan warna bertujuan
untuk untuk menutupi kualitas yang rendah dari suatu produk sebenarnya tidak
dapat diterima apalagi bila menggunakan zat pewarna yang berbahaya.
4. Untuk menutupi perubahan
warna akibat paparan cahaya, udara atau temperatur yang ekstrim akibat proses
pengolahan dan selama penyimpanan.
5. Untuk menjaga rasa dan
vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama produk disimpan.
Zat
pewarna pada makanan secara umum digolongkan menjadi dua kategori yaitu zat
pewarna alami dan zat pewarna sintetis. Zat pewarna alami merupakan zat pewarna
yang berasal dari tanaman atau buah-buahan. Secara kuantitas, dibutuhkan zat
pewarna alami yang lebih banyak daripada zat pewarna sintetis untuk
menghasilkan tingkat pewarnaan yang sama. Pada kondisi tersebut, dapat terjadi
perubahan yang tidak terduga pada tekstur dan aroma makanan. Zat pewarna alami
juga menghasilkan karakteristik warna yang lebih pudar dan kurang stabil bila
dibandingkan dengan zat pewarna sintetis. Oleh karena itu zat ini tidak dapat
digunakan sesering zat pewarna sintetis
Zat
pewarna sintesis merupakan zat pewarna buatan manusia. Zat pewarna sintetis
seharusnya telah melalui suatu pengujian secara intensif untuk menjamin
keamanannya. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih
cerah, lebih homogen dan memilliki variasi warna yang lebih banyak bila
dibandingkan dengan zat pewarna alami. Di samping itu penggunaan zat pewarna
sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi
produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Para
konsumen pun hendaknya selalu mendapatkan informasi tentang komponen-komponen
yang terkandung dalam zat pewarna sintetis tersebut (Lee, 2005).
Surfaktan
Surfaktan
merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus
lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.
Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat
ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air
(hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik).
Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral.
Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka
udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus
hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak
dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar
(lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang
polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. (Jatmika, 1998)
Penambahan
surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan.
Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun
konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi
konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya
misel ini disebut Critical Micelle Concentration (CMC). Tegangan permukaan
akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan
konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel
yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya (Genaro, 1990).
Cara Kerja
Surfaktan dalam Menurunkan Tegangan Muka Cairan
Cara kerja dari surfaktan sangatlah unik karena bagian
yang hidrofilik akan masuk kedalam larutan yang polar dan bagian yang
hirdrofilik akan masuk kedalam bagian yang non polar sehingga surfaktan dapat
menggabungkan (walaupun sebenarnya tidak bergabung) kedua senyawa yang seharusnya
tidak dapat bergabung tersebut. Namun semua tergantung pada komposisi dari komposisi
dari surfaktan tersebut. Jika bagian hidrofilik lebih dominan dari hidrofobik
maka ia akan melarut kedalam air, sedangkan jika ia lebih banyak bagian
hidrofobiknya maka ia akan melarutdalam lemak dan keduanya tidak dapat
berfungsi sebagai surfaktan.Bagian liofilik molekul surfaktan adalah bagian
nonpolar, biasanya terdiri dari persenyawaanhidrokarbon aromatik atau
kombinasinya, baik jenuh maupun tidak jenuh. Bagian hidrofilik merupakan bagian
polar dari molekul, seperti gugusan sulfonat, karboksilat, ammonium
kuartener,hidroksil, amina bebas, eter, ester, amida. Biasanya, perbandingan
bagian hidrofilik dan liofilik dapat diberi angka yang disebut keseimbangan
Hidrofilik dan Liofilik yang disingkat KHL, dari surfaktan (Intan, 2013).
Kaitan
surfaktan dengan proses pewarnaan makanan
Manfaat dari surfaktan yang dapat digunakan sebagai
bahan pelarut, bahan pengemulsi dan bahan pembasah dapat dikaitkan dengan
pemudahan proses pewarnaan dalam makanan. Dimana zat pewarna makanan buatan
dicampurkan dengan surfaktan agar proses pewarnaan makanan dan tekstur makanan yang
baik. Surfaktan
yang digunakan pada industry makanan dikenal food emulsifier. Food
emulsifier alami misalnya lesitin berasal dari kuning telur dan
berbagai
protein yang berasal dari susu banyak digunakan pada beberapa macam produk
makanan, misalnya mayonnaise, kuah selada, dan lain-lain. Pada saat ini food
emulsifier buatan seperti sorbitan ester, senyawa-senyawa ethoksilat,
dan sukrosa ester banyak digunakan sebagai food emulsifier (Tadros,
2005).
Surfaktan
merupakan suatu molekul amphiphilic mampu meningkatkan kestabilan
partikel yang terdispersi (minyak) dan mengontrol jenis formasi emulsi misalnya
emulsi oil-inwater. Hal ini disebabkan surfaktan dapat menurunkan energi
permukaan dari antar muka minyak-air dan menurunkan sejumlah energi yang
dibutuhkan untuk membentuk permukaan baru dari minyak ataupun air. Gugus
hidrofilik akan berinteraksi dengan air dan gugus hidrofobik (nonpolar) akan
mengikat minyak. Semakin besar jumlah surfaktan yang ditambahkan dalam suatu
emulsi, maka akan semakin meningkat kestabilan emulsi. Hal ini disebabkan
semakin banyak gugus hidrofilik yang mengikat molekul air dan juga semakin
bertambahnya gugus hidrofobik yang mengikat molekul minyak.
Salah
satu jenis surfaktan yang paling dikenal dalam produk-produk pangan adalah
lesitin. Pada industri makanan, lesitin digunakan sebagai emulsifier, agen
pembasah, dan agen pengembang volume. Di Indonesia, lesitin diimpor untuk
memenuhi kebutuhan domestik yang tinggi. Lesitin dapat dihasilkan dari kuning telur
dan beberapa jenis minyak nabati seperti minyak kedelai, minyak sawit, minyak
biji sawit, dll. Namun kandungan lesitin tertinggi terdapat pada minyak kedelai
dan kuning telur. Karena untuk memproduksi lesitin dengan spesifikasi pangan
menggunakan telur memerlukan biaya yang mahal, oleh karena itu dapat digunakan
kedelai sebagai sumber lesitin.
DAFTAR PUSTAKA
Genaro,
R. A. 1990. Remington’s Pharmaceutical Science. 18th ed. Macle Printing
Company, Easton-Pennsilva, USA.
Jatmika,
A., 1998, Aplikasi Enzim Lipase dalam Pengolahan Minyak Sawit dan Minyak
Inti
Sawit Untuk Produk Pangan, Warta Pusat Penelitian Kelapa
Sawit, 6 (1) : 31 - 37.
Lee TA, Sci BH, Counsel. 2005. The food from hell: food
colouring. The Internet Journal of Toxicology. Vol 2 no 2. China: Queers
Network Research.
Setiawan, Ricky. 2013. Manfaat
penggunaan surfaktan. http://ricky016-umb.blogspot.com/2013/10/manfaat-penggunaan-surfaktan-dalam.html diakses pada 27 Juni 2015
Syah et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan.
Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Tharwat F. Tadros.
Jan B. F. N. Engberts . 2005. Applied Surfactants. Principles and Applications
Komentar
Posting Komentar